Alun-alun Semarang ?


Saat ini kalo ada pertanyaan "dimana alun-alun semarang?" kebanyakan orang akan menjawab dengan lantang, "Simpang Lima !!!". Benarkah itu? Fakta pun berbalik, menurut ciri-ciri alun-alun sendiri dimana sebuah tanah lapang sebagai pusat kota dan dekat dengan kabupaten/kantor pemerintahan serta ada masjid agung di sekitarnya. Alun-alun sendiri adalah rancangan jawa kuno dan merupakan peninggalan kebudayaan hindu di Indonesia. Alun-alun kota Semarang sebenarnya bukan berada di kawasan simpang lima maupun kawasan tugumuda.

Menurut konsep islam alun-alun adalah merupakan sebuah tanah lapang luas yang di gunakan para jama'ah dan merupakan halaman depan dari keraton/pusat pemerintahan. Konsep islam ini merupakan solusi jalur perdagangan dimana kraton, tempat ibadah, dan pusat keramaian berada pada satu tempat. Di kota semarang terdapat Kali Semarang yang merupakan jalur utama perdagangan di semarang pada saat itu karena semarang sendiri merupakan daerah pelabuhan yang banyak di lalui untuk jalur perdagangan. Namun kini kali semarang telah hilang ditelan perkembangan zaman yang semakin maju sehingga tenggelam bersama zaman keemasannya.

Alun-alun semarang pada tahun 1935 berbackground masjid kauman

Di Semarang sendiri tidak lepas dari konsep alun-alun dimana ada tanah lapang luas dimana disana juga merupakan pusat pemerintahan dan masjid agung yang dikelilingi oleh tempat tinggal penduduk yang biasa disebut dengan kampung kauman. Pergeseran fungsi dari alun-alun ini di mulai sejak tahun 1938, Alun-alun Semarang dipenggal pada sisi timur oleh Pemerintahan Kolonial Belanda untuk di gunakan sebagai Pasar Johar untuk menggantikan embio perdagangan yang ada sebelumnya di bawah pohon Johar. Berikutnya di tahun 1970an masyarakat Semarang terhenyak oleh pemotongan lahan alun-alun untuk pembangunan perdagangan. Bangunan Kanjengan/pemerintahan di sisi Selatan alun-alun telah dirobohkan dan dibangun pertokoan. Kawasan alun-alun yang lain didekat pasar Johar berdiri pasar Yaik Permai. Sedangkan di alun-alun Utara (bekas terminal angkot) berdiri gedung BPD dan Hotel Metro. Sekarang hamparan alun-alun telah hilang dan yang tersisa hanya Masjid Agung Kauman yang menjadi tonggak terakhir pelestarian kawasan budaya ini.

Bagaimana kawasan Alun-alun Semarang yang luas itu bisa hilang? Kiranya hal ini menjadi pelajaran berharga, karena kawasan ini telah kehilangan makna tradisionalnya sebagai pusat kota yang bercirikan tradisional. Hilangnya alun-alun dan Kanjengan ini merupakan bukti kalahnya nilai budaya tradisional dengan budaya kapitalisme. Perkembangan perdagangan yang sangat pesat di daerah ini juga merupakan bukti bahwa daerah itu masih memiliki nilai yang tinggi. Walau memang daerah tersebut memiliki banyak permasalahan seperti banjir, rob, kemacetan dan banyaknya pedagang yang seenaknya berdagang dan membikin kemacetan namun itu merupakan aset yang sangat berharga untuk tetap di jaga dan di lestarikan.

Walau saya bukan orang semarang asli, namun saya termasuk orang yang suka akan sejarah dan budaya. Salah satu faktor yang sangat di sesali adalah ketika di seluruh kota di jawa mempunyai alun-alun, Semarang yang merupakan kota budaya tradisional telah kehilangan alun-alun yang merupakan pusat kota dan budaya hilang termakan budaya kapitalisme.

Untuk anak cucu kita kelak hanya akan tersisa papan nama jalan yang sudah mulai pudar terkikis oleh semakin kumuhnya kawasan Johar. Dan ketika di tanya "dimanakah alun-alun kota semarang?" mereka akan menjawab "simpang lima". "Sejarah, buat apa sejarah yang lalu biarlah berlalu". Tapi melestarikan Sejarah merupakan ciri dari jiwa nasionalisme yang tinggi. Hormati Pahlawanmu dan Negeramu.

Sumber: Loenpia.net

0 Comments for Alun-alun Semarang ?:

Posting Komentar

Spam is not Good for your Body :)

 
© Blogger Tutorial | Powered by Blogger | Valid X/HTML (Home Page)
Framework: Choen Design: Denny
Back To Top